Bau nyale

 

#Tribun-medan.com - Tribunnews.com#

🪱Bau Nyale, Nusa Tenggara Barat🪱

🪱 Tradisi Bau nyale adalah ritual tahunan masyarakat suku Sasak di Lombok, Nusa Tenggara Barat, untuk menangkap cacing laut (nyale) yang muncul sekali setahun. Kata "bau" berarti menangkap, dan "nyale" adalah nama cacing laut berwarna-warni. Tradisi ini berkaitan erat dengan legenda Putri Mandalika, seorang putri cantik yang diyakini menjelma menjadi nyale sebagai bentuk pengorbanan untuk mencegah pertumpahan darah. Masyarakat menangkap nyale untuk diambil proteinnya dan diolah menjadi makanan, seperti pepes nyale, serta sebagai bentuk penghormatan dan pelestarian budaya. 

🪱 Asal usul dan makna 🪱

🪱Legenda Putri Mandalika: Kisah ini berawal dari seorang putri berparas cantik dan berbudi luhur yang menjadi rebutan banyak pangeran. Untuk menghindari perang dan pertumpahan darah, Putri Mandalika menceburkan diri ke laut dan dipercaya menjelma menjadi nyale. 

🪱Simbolisme: Menangkap nyale dimaknai sebagai upaya bertemu dengan Putri Mandalika dan menghormati pengorbanannya. 

🪱Waktu Pelaksanaan: Acara ini biasanya diadakan pada dini hari hingga menjelang pagi, sekitar bulan Februari dan Maret, menyesuaikan dengan munculnya cacing laut di pantai-pantai selatan Lombok. 

🪱Pelaksanaan tradisi🪱

🪱Penangkapan Nyale: Masyarakat berburu cacing laut warna-warni menggunakan alat sederhana seperti lampu senter dan serok, di pesisir pantai seperti Pantai Seger. 

🪱Pengolahan dan Konsumsi: Nyale yang berhasil ditangkap kemudian diolah menjadi berbagai hidangan istimewa, di antaranya pepes nyale, bokosuwu (sambal pedas), dan olahan lainnya. 

🪱Manfaat Lain: Air bekas cucian nyale bahkan dipercaya dapat menyuburkan tanah pertanian jika disiramkan ke lahan. 


Komentar